Thursday, December 10, 2009

Hakikat Menulis

                 Menulis merupakan salah satu dari empat aspek keterampilan berbahasa. Menurut Rusyana (1988:191) menulis merupakan kemampuan menggunakan pola-pola bahasa secara tertulis untuk mengungkapkan suatu gagasan atau pesan. Menulis atau mengarang adalah proses menggambarkan suatu bahasa sehingga pesan yang disampaikan penulis dapat dipahami pembaca (Tarigan, 1986:21). Kedua pendapat tersebut sama-sama mengacu kepada menulis sebagai proses melambangkan bunyi-bunyi ujaran berdasarkan aturan-aturan tertentu. Artinya, segala ide, pikiran, dan gagasan yang ada pada penulis disampaikan dengan cara menggunakan lambang-lambang bahasa yang terpola. Melalui lambang-lambang tersebutlah pembaca dapat memahami apa yang dikomunikasikan penulis. Sebagai bagian dari kegiatan berbahasa, menulis berkaitan erat dengan aktivitas berpikir. Keduanya saling melengkapi. Sehubungan dengan itu, Costa (1985:103) mengemukakan bahwa menulis dan berpikir merupakan dua kegiatan yang dilakukan secara bersama dan berulang-ulang. Tulisan adalah wadah yang sekaligus merupakan hasil pemikiran. Melalui kegiatan menulis, penulis dapat mengkomunikasikan pikirannya. Dan, melalui kegiatan berpikir, penulis dapat meningkatkan kemampuannya dalam menulis. 
                  Mengemukakan gagasan secara tertulis tidaklah mudah. Di samping dituntut kemampuan berpikir yang memadai, juga dituntut berbagai aspek terkait lainnya. Misalnya penguasaan materi tulisan, pengetahuan bahasa tulis, motivasi yang kuat, dan lain-lain. Sehubungan dengan hal itu, paling tidak menurut Harris (1977:68) seorang penulis harus menguasai lima komponen tulisan, yaitu: isi (materi) tulisan, organisasi tulisan, kebahasaan (kaidah bahas tulis), gaya penulisan, dan mekanisme tulisan. Kegagalan dalam salah satu komponen dapat mengakibatkan gangguan dalam menuangkan ide secara tertulis.
                  Mengacu kepada pemikiran di atas, jelaslah bahwa menulis bukan hanya sekedar menuliskan apa yang diucapkan (membahasatuliskan bahasa lisan), tetapi merupakan suatu kegiatan yang terorganisir sedemikian rupa sehingga terjadi suatu tindak komunikasi (antara penulis dengan pembaca). Bila apa yang dimaksudkan oleh penulis sama dengan yang diamaksudkan oleh pembaca, maka seseorang dapat dikatakan telah terampil menulis.

Ilmu Bahasa, ........ < baca > (http://basinasmanding.wordpress.com)

Untitled Document

I. Pendahuluan

          Dalam berbagai kamus umum, linguistik didefinisikan sebagai ‘ilmu bahasa' atau ‘studi ilmiah mengenai bahasa' (Matthews 1997). Dalam The New Oxford Dictionary of English (2003), linguistik didefinisikan sebagai berikut:

          “ The scientific study of language and its structure, including the study of grammar,
          syntax, and phonetics. Specific branches of linguistics include sociolinguistics,
          dialectology, psycholinguistics, computational linguistics, comparative linguistics, and   
          structural linguistics
.”

           Program studi Ilmu Bahasa mulai jenjang S1 sampai S3, bahkan sampai post-doctoral program telah banyak ditawarkan di universitas terkemuka, seperti University of California in Los Angeles (UCLA), Harvard University, Massachusett Institute of Technology (MIT), University of Edinburgh , dan Oxford University . Di Indonesia, paling tidak ada dua universitas yang membuka program S1 sampai S3 untuk ilmu bahasa, yaitu Universitas Indonesia dan Universitas Katolik Atma Jaya.

II. Sejarah Perkembangan Ilmu Bahasa

          Ilmu bahasa yang dipelajari saat ini bermula dari penelitian tentang bahasa sejak zaman Yunani (abad 6 SM). Secara garis besar studi tentang bahasa dapat dibedakan antara (1) tata bahasa tradisional dan (2) linguistik modern.

2. 1 Tata Bahasa Tradisional

          Pada zaman Yunani para filsuf meneliti apa yang dimaksud dengan bahasa dan apa hakikat bahasa. Para filsuf tersebut sependapat bahwa bahasa adalah sistem tanda. Dikatakan bahwa manusia hidup dalam tanda-tanda yang mencakup segala segi kehidupan manusia, misalnya bangunan, kedokteran, kesehatan, geografi, dan sebagainya. Tetapi mengenai hakikat bahasa – apakah bahasa mirip realitas atau tidak – mereka belum sepakat. Dua filsuf besar yang pemikirannya terus berpengaruh sampai saat ini adalah Plato dan Aristoteles.

         Plato berpendapat bahwa bahasa adalah physei atau mirip realitas; sedangkan Aristoteles mempunyai pendapat sebaliknya yaitu bahwa bahasa adalah thesei atau tidak mirip realitas kecuali onomatope dan lambang bunyi (sound symbolism). Pandangan Plato bahwa bahasa mirip dengan realitas atau non-arbitrer diikuti oleh kaum naturalis; pandangan Aristoteles bahwa bahasa tidak mirip dengan realitas atau arbitrer diikuti oleh kaum konvensionalis. Perbedaan pendapat ini juga merambah ke masalah keteraturan (regular) atau ketidakteraturan (irregular) dalam bahasa. Kelompok penganut pendapat adanya keteraturan bahasa adalah kaum analogis yang pandangannya tidak berbeda dengan kaum naturalis; sedangkan kaum anomalis yang berpendapat adanya ketidakteraturan dalam bahasa mewarisi pandangan kaum konvensionalis. Pandangan kaum anomalis mempengaruhi pengikut aliran Stoic. Kaum Stoic lebih tertarik pada masalah asal mula bahasa secara filosofis. Mereka membedakan adanya empat jenis kelas kata, yakni nomina, verba, konjungsi dan artikel.

         Pada awal abad 3 SM studi bahasa dikembangkan di kota Alexandria yang merupakan koloni Yunani. Di kota itu dibangun perpustakaan besar yang menjadi pusat penelitian bahasa dan kesusastraan. Para ahli dari kota itu yang disebut kaum Alexandrian meneruskan pekerjaan kaum Stoic, walaupun mereka sebenarnya termasuk kaum analogis. Sebagai kaum analogis mereka mencari keteraturan dalam bahasa dan berhasil membangun pola infleksi bahasa Yunani. Apa yang dewasa ini disebut "tata bahasa tradisional" atau " tata bahasa Yunani" , penamaan itu tidak lain didasarkan pada hasil karya kaum Alexandrian ini.

          Salah seorang ahli bahasa bemama Dionysius Thrax (akhir abad 2 SM) merupakan orang pertama yang berhasil membuat aturan tata bahasa secara sistematis serta menambahkan kelas kata adverbia, partisipel, pronomina dan preposisi terhadap empat kelas kata yang sudah dibuat oleh kaum Stoic. Di samping itu sarjana ini juga berhasil mengklasifikasikan kata-kata bahasa Yunani menurut kasus, jender, jumlah, kala, diatesis (voice) dan modus.

         Pengaruh tata bahasa Yunani sampai ke kerajaan Romawi. Para ahli tata bahasa Latin mengadopsi tata bahasa Yunani dalam meneliti bahasa Latin dan hanya melakukan sedikit modifikasi, karena kedua bahasa itu mirip. Tata bahasa Latin dibuat atas dasar model tata bahasa Dionysius Thrax. Dua ahli bahasa lainnya, Donatus (tahun 400 M) dan Priscian (tahun 500 M) juga membuat buku tata bahasa klasik dari bahasa Latin yang berpengaruh sampai ke abad pertengahan.

        Selama abad 13-15 bahasa Latin memegang peranan penting dalam dunia pendidikan di samping dalam agama Kristen. Pada masa itu gramatika tidak lain adalah teori tentang kelas kata. Pada masa Renaisans bahasa Latin menjadi sarana untuk memahami kesusastraan dan mengarang. Tahun 1513 Erasmus mengarang tata bahasa Latin atas dasar tata bahasa yang disusun oleh Donatus.

            Minat meneliti bahasa-bahasa di Eropa sebenarnya sudah dimulai sebelum zaman Renaisans, antara lain dengan ditulisnya tata bahasa Irlandia (abad 7 M), tata bahasa Eslandia (abad 12), dan sebagainya. Pada masa itu bahasa menjadi sarana dalam kesusastraan, dan bila menjadi objek penelitian di universitas tetap dalam kerangka tradisional. Tata bahasa dianggap sebagai seni berbicara dan menulis dengan benar. Tugas utama tata bahasa adalah memberi petunjuk tentang pemakaian "bahasa yang baik" , yaitu bahasa kaum terpelajar. Petunjuk pemakaian "bahasa yang baik" ini adalah untuk menghindarkan terjadinya pemakaian unsur-unsur yang dapat "merusak" bahasa seperti kata serapan, ragam percakapan, dan sebagainya.

          Tradisi tata bahasa Yunani-Latin berpengaruh ke bahasa-bahasa Eropa lainnya. Tata bahasa Dionysius Thrax pada abad 5 diterjemahkan ke dalam bahasa Armenia, kemudian ke dalam bahasa Siria. Selanjutnya para ahli tata bahasa Arab menyerap tata bahasa Siria.

         Selain di Eropa dan Asia Barat, penelitian bahasa di Asia Selatan yang perlu diketahui adalah di India dengan ahli gramatikanya yang bemama Panini (abad 4 SM). Tata bahasa Sanskrit yang disusun ahli ini memiliki kelebihan di bidang fonetik. Keunggulan ini antara lain karena adanya keharusan untuk melafalkan dengan benar dan tepat doa dan nyanyian dalam kitab suci Weda.

          Sampai menjelang zaman Renaisans, bahasa yang diteliti adalah bahasa Yunani, dan Latin. Bahasa Latin mempunyai peran penting pada masa itu karena digunakan sebagai sarana dalam dunia pendidikan, administrasi dan diplomasi internasional di Eropa Barat. Pada zaman Renaisans penelitian bahasa mulai berkembang ke bahasa-bahasa Roman (bahasa Prancis, Spanyol, dan Italia) yang dianggap berindukkan bahasa Latin, juga kepada bahasa-bahasa yang nonRoman seperti bahasa Inggris, Jerman, Belanda, Swedia, dan Denmark.

2. 2 Linguistik Modern

2. 2. 1 Linguistik Abad 19

           Pada abad 19 bahasa Latin sudah tidak digunakan lagi dalam kehidupan sehari-hari, maupun dalam pemerintahan atau pendidikan. Objek penelitian adalah bahasa-bahasa yang dianggap mempunyai hubungan kekerabatan atau berasal dari satu induk bahasa. Bahasa-bahasa dikelompokkan ke dalam keluarga bahasa atas dasar kemiripan fonologis dan morfologis. Dengan demikian dapat diperkirakan apakah bahasa-bahasa tertentu berasal dari bahasa moyang yang sama atau berasal dari bahasa proto yang sama sehingga secara genetis terdapat hubungan kekerabatan di antaranya. Bahasa-bahasa Roman, misalnya secara genetis dapat ditelusuri berasal dari bahasa Latin yang menurunkan bahasa Perancis, Spanyol, dan Italia.

           Untuk mengetahui hubungan genetis di antara bahasa-bahasa dilakukan metode komparatif. Antara tahun 1820-1870 para ahli linguistik berhasil membangun hubungan sistematis di antara bahasa-bahasa Roman berdasarkan struktur fonologis dan morfologisnya. Pada tahun 1870 itu para ahli bahasa dari kelompok Junggramatiker atau Neogrammarian berhasil menemukan cara untuk mengetahui hubungan kekerabatan antarbahasa berdasarkan metode komparatif.

Beberapa rumpun bahasa yang berhasil direkonstruksikan sampai dewasa ini antara lain:

•  Rumpun Indo-Eropa: bahasa Jerman, Indo-Iran, Armenia, Baltik, Slavis, Roman, Keltik,  
    Gaulis.
•  Rumpun Semito-Hamit: bahasa Arab, Ibrani, Etiopia.
•  Rumpun Chari-Nil; bahasa Bantu, Khoisan.
•  Rumpun Dravida: bahasa Telugu, Tamil, Kanari, Malayalam.
•  Rumpun Austronesia atau Melayu-Polinesia: bahasa Melayu, Melanesia, Polinesia.
•  Rumpun Austro-Asiatik: bahasa Mon-Khmer, Palaung, Munda, Annam.
•  Rumpun Finno-Ugris: bahasa Ungar (Magyar), Samoyid.
•  Rumpun Altai: bahasa Turki, Mongol, Manchu, Jepang, Korea.
•  Rumpun Paleo-Asiatis: bahasa-bahasa di Siberia.
•  Rumpun Sino-Tibet: bahasa Cina, Thai, Tibeto-Burma.
•  Rumpun Kaukasus: bahasa Kaukasus Utara, Kaukasus Selatan.
•  Bahasa-bahasa Indian: bahasa Eskimo, Maya Sioux, Hokan
•  Bahasa-bahasa lain seperti bahasa di Papua, Australia dan Kadai.

Ciri linguistik abad 19 sebagai berikut:

•  Penelitian bahasa dilakukan terhadap bahasa-bahasa di Eropa, baik bahasa-bahasa Roman
   maupun nonRoman.
•  Bidang utama penelitian adalah linguistik historis komparatif. Yang diteliti adalah hubungan 
   kekerabatan dari bahasa-bahasa di Eropa untuk mengetahui bahasa-bahasa mana yang
   berasal dari induk yang sama. Dalam metode komparatif itu diteliti perubahan bunyi kata-
   kata dari bahasa yang dianggap sebagai induk kepada bahasa yang dianggap sebagai
   keturunannya. Misalnya perubahan bunyi apa yang terjadi dari kata barang, yang dalam
   bahasa Latin berbunyi causa menjadi chose dalam bahasa Perancis, dan cosa dalam bahasa
   Italia dan Spanyol.

•  Pendekatan bersifat atomistis. Unsur bahasa yang diteliti tidak dihubungkan dengan unsur
    lainnya, misalnya penelitian tentang kata tidak dihubungkan dengan frase atau kalimat.

2. 2. 2 Linguistik Abad 20

             Pada abad 20 penelitian bahasa tidak ditujukan kepada bahasa-bahasa Eropa saja, tetapi juga kepada bahasa-bahasa yang ada di dunia seperti di Amerika (bahasa-bahasa Indian), Afrika (bahasa-bahasa Afrika) dan Asia (bahasa-bahasa Papua dan bahasa banyak negara di Asia). Ciri-cirinya:

•  Penelitian meluas ke bahasa-bahasa di Amerika, Afrika, dan Asia.
•  Pendekatan dalam meneliti bersifat strukturalistis, pada akhir abad 20 penelitian yang
    bersifat fungsionalis juga cukup menonjol.
•  Tata bahasa merupakan bagian ilmu dengan pembidangan yang semakin rumit. Secara garis
    besar dapat dibedakan atas mikrolinguistik, makro linguistik, dan sejarah linguistik.
•  Penelitian teoretis sangat berkembang.
•  Otonomi ilmiah makin menonjol, tetapi penelitian antardisiplin juga berkembang.
•  Prinsip dalam meneliti adalah deskripsi dan sinkronis

        Keberhasilan kaum Junggramatiker merekonstruksi bahasa-bahasa proto di Eropa mempengaruhi pemikiran para ahli linguistik abad 20, antara lain Ferdinand de Saussure. Sarjana ini tidak hanya dikenal sebagai bapak linguistik modern, melainkan juga seorang tokoh gerakan strukturalisme. Dalam strukturalisme bahasa dianggap sebagai sistem yang berkaitan (system of relation). Elemen-elemennya seperti kata, bunyi saling berkaitan dan bergantung dalam membentuk sistem tersebut.

Beberapa pokok pemikiran Saussure:

•  Bahasa lisan lebih utama dari pada bahasa tulis. Tulisan hanya merupakan sarana yang
    mewakili ujaran.
•  Linguistik bersifat deskriptif, bukan preskriptif seperti pada tata bahasa tradisional. Para ahli
    linguistik bertugas mendeskripsikan bagaimana orang berbicara dan menulis dalam
    bahasanya, bukan memberi keputusan bagaimana seseorang seharusnya berbicara.
•  Penelitian bersifat sinkronis bukan diakronis seperti pada linguistik abad 19. Walaupun bahasa
   berkembang dan berubah, penelitian dilakukan pada kurun waktu tertentu.
•  Bahasa merupakan suatu sistem tanda yang bersisi dua, terdiri dari signifiant (penanda) dan
    signifie (petanda). Keduanya merupakan wujud yang tak terpisahkan, bila salah satu berubah,
   yang lain juga berubah.
•  Bahasa formal maupun nonformal menjadi objek penelitian.
•  Bahasa merupakan sebuah sistem relasi dan mempunyai struktur.
•  Dibedakan antara bahasa sebagai sistem yang terdapat dalam akal budi pemakai bahasa dari
    suatu kelompok sosial (langue) dengan bahasa sebagai manifestasi setiap penuturnya
    (parole).
•  Dibedakan antara hubungan asosiatif dan sintagmatis dalam bahasa. Hubungan asosiatif atau
    paradigmatis ialah hubungan antarsatuan bahasa dengan satuan lain karena ada kesamaan
    bentuk atau makna. Hubungan sintagmatis ialah hubungan antarsatuan pembentuk sintagma
    dengan mempertentangkan suatu satuan dengan satuan lain yang mengikuti atau
    mendahului.

           Gerakan strukturalisme dari Eropa ini berpengaruh sampai ke benua Amerika. Studi bahasa di Amerika pada abad 19 dipengaruhi oleh hasil kerja akademis para ahli Eropa dengan nama deskriptivisme. Para ahli linguistik Amerika mempelajari bahasa-bahasa suku Indian secara deskriptif dengan cara menguraikan struktur bahasa. Orang Amerika banyak yang menaruh perhatian pada masalah bahasa. Thomas Jefferson, presiden Amerika yang ketiga (1801-1809), menganjurkan agar supaya para ahli linguistik Amerika mulai meneliti bahasa-bahasa orang Indian. Seorang ahli linguistik Amerika bemama William Dwight Whitney (1827-1894) menulis sejumlah buku mengenai bahasa, antara lain Language and the Study of Language (1867).

         Tokoh linguistik lain yang juga ahli antropologi adalah Franz Boas (1858-1942). Sarjana ini mendapat pendidikan di Jerman, tetapi menghabiskan waktu mengajar di negaranya sendiri. Karyanya berupa buku Handbook of American Indian languages (1911-1922) ditulis bersama sejumlah koleganya. Di dalam buku tersebut terdapat uraian tentang fonetik, kategori makna dan proses gramatikal yang digunakan untuk mengungkapkan makna. Pada tahun 1917 diterbitkan jurnal ilmiah berjudul International Journal of American Linguistics.

          Pengikut Boas yang berpendidikan Amerika, Edward Sapir (1884-1939), juga seorang ahli antropologi dinilai menghasilkan karya-karya yang sangat cemerlang di bidang fonologi. Bukunya, Language (1921) sebagian besar mengenai tipologi bahasa. Sumbangan Sapir yang patut dicatat adalah mengenai klasifikasi bahasa-bahasa Indian.

          Pemikiran Sapir berpengaruh pada pengikutnya, L. Bloomfield (1887-1949), yang melalui kuliah dan karyanya mendominasi dunia linguistik sampai akhir hayatnya. Pada tahun 1914 Bloomfield menulis buku An Introduction to Linguistic Science. Artikelnya juga banyak diterbitkan dalam jurnal Language yang didirikan oleh Linguistic Society of America tahun 1924. Pada tahun 1933 sarjana ini menerbitkankan buku Language yang mengungkapkan pandangan behaviorismenya tentang fakta bahasa, yakni stimulus-response atau rangsangan-tanggapan. Teori ini dimanfaatkan oleh Skinner (1957) dari Universitas Harvard dalam pengajaran bahasa melalui teknik drill.

          Dalam bukunya Language, Bloomfield mempunyai pendapat yang bertentangan dengan Sapir. Sapir berpendapat fonem sebagai satuan psikologis, tetapi Bloomfield berpendapat fonem merupakan satuan behavioral. Bloomfield dan pengikutnya melakukan penelitian atas dasar struktur bahasa yang diteliti, karena itu mereka disebut kaum strukturalisme dan pandangannya disebut strukturalis.

         Bloomfield beserta pengikutnya menguasai percaturan linguistik selama lebih dari 20 tahun. Selama kurun waktu itu kaum Bloomfieldian berusaha menulis tata bahasa deskriptif dari bahasa-bahasa yang belum memiliki aksara. Kaum Bloomfieldian telah berjasa meletakkan dasar-dasar bagi penelitian linguistik di masa setelah itu.

          Bloomfield berpendapat fonologi, morfologi dan sintaksis merupakan bidang mandiri dan tidak berhubungan. Tata bahasa lain yang memperlakukan bahasa sebagai sistem hubungan adalah tata bahasa stratifikasi yang dipelopori oleh S.M. Lamb. Tata bahasa lainnya yang memperlakukan bahasa sebagai sistem unsur adalah tata bahasa tagmemik yang dipelopori oleh K. Pike. Menurut pendekatan ini setiap gatra diisi oleh sebuah elemen. Elemen ini bersama elemen lain membentuk suatu satuan yang disebut tagmem.

          Murid Sapir lainnya, Zellig Harris, mengaplikasikan metode strukturalis ke dalam analisis segmen bahasa. Sarjana ini mencoba menghubungkan struktur morfologis, sintaktis, dan wacana dengan cara yang sama dengan yang dilakukan terhadap analisis fonologis. Prosedur penelitiannya dipaparkan dalam bukunya Methods in Structural Linguistics (1951).

           Ahli linguistik yang cukup produktif dalam membuat buku adalah Noam Chomsky. Sarjana inilah yang mencetuskan teori transformasi melalui bukunya Syntactic Structures (1957), yang kemudian disebut classical theory. Dalam perkembangan selanjutnya, teori transformasi dengan pokok pikiran kemampuan dan kinerja yang dicetuskannya melalui Aspects of the Theory of Syntax (1965) disebut standard theory. Karena pendekatan teori ini secara sintaktis tanpa menyinggung makna (semantik), teori ini disebut juga sintaksis generatif (generative syntax). Pada tahun 1968 sarjana ini mencetuskan teori extended standard theory. Selanjutnya pada tahun 1970, Chomsky menulis buku generative semantics; tahun 1980 government and binding theory ; dan tahun 1993 Minimalist program.

III. Paradigma

         Kata paradigma diperkenalkan oleh Thomas Khun pada sekitar abad 15. Paradigma adalah prestasi ilmiah yang diakui pada suatu masa sebagai model untuk memecahkan masalah ilmiah dalam kalangan tertentu. Paradigma dapat dikatakan sebagai norma ilmiah. Contoh paradigma yang mulai tumbuh sejak zaman Yunani tetapi pengaruhnya tetap terasa sampai zaman modern ini adalah paradigma Plato dan paradigma Aristoteles. Paradigma Plato berintikan pendapat Plato bahwa bahasa adalah physei atau mirip dengan realitas, disebut juga non-arbitrer atau ikonis. Paradigma Aristoteles berintikan bahwa bahasa adalah thesei atau tidak mirip dengan realitas, kecuali onomatope, disebut arbitrer atau non-ikonis. Kedua paradigma ini saling bertentangan, tetapi dipakai oleh peneliti dalam memecahkan masalah bahasa, misalnya tentang hakikat tanda bahasa.

           Pada masa tertentu paradigma Plato banyak digunakan ahli bahasa untuk memecahkan masalah linguistik. Penganut paradigma Plato ini disebut kaum naturalis. Mereka menolak gagasan kearbitreran. Pada masa tertentu lainnya paradigma Aristoteles digunakan mengatasi masalah linguistik. Penganut paradigma Aristoteles disebut kaum konvensionalis. Mereka menerima adanya kearbiteran antara bahasa dengan realitas.

          Pertentangan antara kedua paradigma ini terus berlangsung sampai abad 20. Di bidang linguistik dan semiotika dikenal tokoh Ferdinand de Saussure sebagai penganut paradigma .Aristoteles dan Charles S. Peirce sebagai penganut paradigma Plato. Mulai dari awal abad 19 sampai tahun 1960-an paradigma Aristoteles yang diikuti Saussure yang berpendapat bahwa bahasa adalah sistem tanda yang arbitrer digunakan dalam memecahkan masalah-masalah linguistik. Tercatat beberapa nama ahli linguistik seperti Bloomfield dan Chomsky yang dalam pemikirannya menunjukkan pengaruh Saussure dan paradigma Aristoteles. Menjelang pertengahan tahun 60-an dominasi paradigma Aristoteles mulai digoyahkan oleh paradigma Plato melalui artikel R. Jakobson "Quest for the Essence of Language" (1967) yang diilhami oleh Peirce. Beberapa nama ahli linguistik seperti T. Givon, J. Haiman, dan W. Croft tercatat sebagai penganut paradigma Plato.

IV. Cakupan dan Kemaknawian Ilmu Bahasa

            Secara umum, bidang ilmu bahasa dibedakan atas linguistik murni dan linguistik terapan. Bidang linguistik murni mencakup fonetik, fonologi, morfologi, sintaksis, dan semantik. Sedangkan bidang linguistik terapan mencakup pengajaran bahasa, penerjemahan, leksikografi, dan lain-lain. Beberapa bidang tersebut dijelaskan dalam sub-bab berikut ini.

4. 1 Fonetik

            Fonetik mengacu pada artikulasi bunyi bahasa. Para ahli fonetik telah berhasil menentukan cara artikulasi dari berbagai bunyi bahasa dan membuat abjad fonetik internasional sehingga memudahkan seseorang untuk mempelajari dan mengucapkan bunyi yang tidak ada dalam bahasa ibunya. Misalnya dalam bahasa Inggris ada perbedaan yang nyata antara bunyi tin dan thin , dan antara they dan day , sedangkan dalam bahasa Indonesia tidak. Dengan mempelajari fonetik, orang Indonesia akan dapat mengucapkan kedua bunyi tersebut dengan tepat.

             Abjad fonetik internasional, yang didukung oleh laboratorium fonetik, departemen linguistik, UCLA, penting dipelajari oleh semua pemimpin, khususnya pemimpin negara. Dengan kemampuan membaca abjad fonetik secara tepat, seseorang dapat memberikan pidato dalam ratusan bahasa. Misalnya, jika seorang pemimpin di Indonesia mengadakan kunjungan ke Cina, ia cukup meminta staf-nya untuk menerjemahkan pidatonya ke bahasa Cina dan menulisnya dengan abjad fonetik, sehingga ia dapat memberikan pidato dalam bahasa Cina dengan ucapan yang tepat. Salah seorang pemimpin yang telah memanfaatkan abjad fonetik internasional adalah Paus Yohanes Paulus II. Ke negara manapun beliau berkunjung, beliau selalu memberikan khotbah dengan menggunakan bahasa setempat. Apakah hal tersebut berarti bahwa beliau memahami semua bahasa di dunia? Belum tentu, namun cukup belajar fonetik saja untuk mampu mengucapkan bunyi ratusan bahasa dengan tepat.

4. 2 Fonologi

          Fonologi mengacu pada sistem bunyi bahasa. Misalnya dalam bahasa Inggris, ada gugus konsonan yang secara alami sulit diucapkan oleh penutur asli bahasa Inggris karena tidak sesuai dengan sistem fonologis bahasa Inggris, namun gugus konsonan tersebut mungkin dapat dengan mudah diucapkan oleh penutur asli bahasa lain yang sistem fonologisnya terdapat gugus konsonan tersebut. Contoh sederhana adalah pengucapan gugus ‘ng' pada awal kata, hanya berterima dalam sistem fonologis bahasa Indonesia, namun tidak berterima dalam sistem fonologis bahasa Inggris. Kemaknawian utama dari pengetahuan akan sistem fonologi ini adalah dalam pemberian nama untuk suatu produk, khususnya yang akan dipasarkan di dunia internasional. Nama produk tersebut tentunya akan lebih baik jika disesuaikan dengan sistem fonologis bahasa Inggris, sebagai bahasa internasional.

 4. 3  Morfologi

          Morfologi lebih banyak mengacu pada analisis unsur-unsur pembentuk kata. Sebagai perbandingan sederhana, seorang ahli farmasi (atau kimia?) perlu memahami zat apa yang dapat bercampur dengan suatu zat tertentu untuk menghasilkan obat flu yang efektif; sama halnya seorang ahli linguistik bahasa Inggris perlu memahami imbuhan apa yang dapat direkatkan dengan suatu kata tertentu untuk menghasilkan kata yang benar. Misalnya akhiran - ­ en dapat direkatkan dengan kata sifat dark untuk membentuk kata kerja darken , namun akhiran - ­ en tidak dapat direkatkan dengan kata sifat green untuk membentuk kata kerja. Alasannya tentu hanya dapat dijelaskan oleh ahli bahasa, sedangkan pengguna bahasa boleh saja langsung menggunakan kata tersebut. Sama halnya, alasan ketentuan pencampuran zat-zat kimia hanya diketahui oleh ahli farmasi, sedangkan pengguna obat boleh saja langsung menggunakan obat flu tersebut, tanpa harus mengetahui proses pembuatannya.

4. 4  Sintaksis

          Analisis sintaksis mengacu pada analisis frasa dan kalimat. Salah satu kemaknawiannya adalah perannya dalam perumusan peraturan perundang-undangan. Beberapa teori analisis sintaksis dapat menunjukkan apakah suatu kalimat atau frasa dalam suatu peraturan perundang-undangan bersifat ambigu (bermakna ganda) atau tidak. Jika bermakna ganda, tentunya perlu ada penyesuaian tertentu sehingga peraturan perundang-undangan tersebut tidak disalahartikan baik secara sengaja maupun tidak sengaja.

4. 5  Semantik

          Kajian semantik membahas mengenai makna bahasa. Analisis makna dalam hal ini mulai dari suku kata sampai kalimat. Analisis semantik mampu menunjukkan bahwa dalam bahasa Inggris, setiap kata yang memiliki suku kata ‘pl' memiliki arti sesuatu yang datar sehingga tidak cocok untuk nama produk/benda yang cekung. Ahli semantik juga dapat membuktikan suku kata apa yang cenderung memiliki makna yang negatif, sehingga suku kata tersebut seharusnya tidak digunakan sebagai nama produk asuransi. Sama halnya dengan seorang dokter yang mengetahui antibiotik apa saja yang sesuai untuk seorang pasien dan mana yang tidak sesuai.

 4. 6 Pengajaran Bahasa

          Ahli bahasa adalah guru dan/atau pelatih bagi para guru bahasa. Ahli bahasa dapat menentukan secara ilmiah kata-kata apa saja yang perlu diajarkan bagi pelajar bahasa tingkat dasar. Para pelajar hanya langsung mempelajari kata-kata tersebut tanpa harus mengetahui bagaimana kata-kata tersebut disusun. Misalnya kata-kata dalam buku-buku Basic English . Para pelajar (dan guru bahasa Inggris dasar) tidak harus mengetahui bahwa yang dimaksud Basic adalah B(ritish), A(merican), S(cientific), I(nternational), C(ommercial) , yang pada awalnya diolah pada tahun 1930an oleh ahli linguistik C. K. Ogden. Pada masa awal tersebut, Basic English terdiri atas 850 kata utama.

            Selanjutnya, pada tahun 1953, Michael West menyusun General Service List yang berisikan dua kelompok kata utama (masing-masing terdiri atas 1000 kata) yang diperlukan oleh pelajar untuk dapat berbicara dalam bahasa Inggris. Daftar tersebut terus dikembangkan oleh berbagai universitas ternama yang memiliki jurusan linguistik. Pada tahun 1998, Coxhead dari Victoria University or Wellington, berhasil menyelesaikan suatu proyek kosakata akademik yang dilakukan di semua fakultas di universitas tersebut dan menghasilkan Academic Wordlist , yaitu daftar kata-kata yang wajib diketahui oleh mahasiswa dalam membaca buku teks berbahasa Inggris, menulis laporan dalam bahasa Inggris, dan tujuannya lainnya yang bersifat akademik.

               Proses penelitian hingga menjadi materi pelajaran atau buku bahasa Inggris yang bermanfaat hanya diketahui oleh ahli bahasa yang terkait, sedangkan pelajar bahasa dapat langung mempelajari dan memperoleh manfaatnya. Sama halnya dalam ilmu kedokteran, proses penelitian hingga menjadi obat yang bermanfaat hanya diketahui oleh dokter, sedangkan pasien dapat langsung menggunakannya dan memperoleh manfaatnya.

4. 7 Leksikografi

         Leksikografi adalah bidang ilmu bahasa yang mengkaji cara pembuatan kamus. Sebagian besar (atau bahkan semua) sarjana memiliki kamus, namun mereka belum tentu tahu bahwa penulisan kamus yang baik harus melalui berbagai proses.

          Dua nama besar yang mengawali penyusunan kamus adalah Samuel Johnson (1709-1784) dan Noah Webster (1758-1843). Johnson, ahli bahasa dari Inggris, membuat Dictionary of the English Language pada tahun 1755, yang terdiri atas dua volume. Di Amerika, Webster pertama kali membuat kamus An American Dictionary of the English Language pada tahun 1828, yang juga terdiri atas dua volume. Selanjutnya, pada tahun 1884 diterbitkan Oxford English Dictionary yang terdiri atas 12 volume.

           Saat ini, kamus umum yang cukup luas digunakan adalah Oxford Advanced Learner's Dictionary. Mengapa kamus Oxford? Beberapa orang mungkin secara sederhana akan menjawab karena kamus tersebut lengkap dan cukup mudah dimengerti. Tidak banyak yang tahu bahwa (setelah tahun 1995) kamus tersebut ditulis berdasarkan hasil analisis British National Corpus yang melibatkan cukup banyak ahli bahasa dan menghabiskan dana universitas dan dana negara yang jumlahnya cukup besar. Secara umum, definisi yang diberikan dalam kamus tersebut seharusnya dapat mudah dipahami oleh pelajar karena semua entri dalam kamus tersebut hanya didefinisikan oleh sekelompok kosa kata inti. Bagaimana kosa-kata inti tersebut disusun? Tentu hanya ahli bahasa yang dapat menjelaskannya, sedangkan para sarjana dan pelajar dapat langsung saja menikmati dan menggunakan berbagai kamus Oxford yang ada dipasaran.

V. Penutup

         Penelitian bahasa sudah dimulai sejak abad ke 6 SM, bahkan perpustakaan besar yang menjadi pusat penelitian bahasa dan kesusastraan sudah dibangun sejak awal abad 3 SM di kota Alexandria. Kamus bahasa Inggris, Dictionary of the English Language , yang terdiri atas dua volume, pertama kali diterbitkan pada tahun 1755; dan pada tahun 1884 telah diterbitkan Oxford English Dictionary yang terdiri atas 12 volume. Antara 1820-1870 para ahli linguistik berhasil membangun hubungan sistematis di antara bahasa-bahasa Roman berdasarkan struktur fonologis dan morfologisnya.

          Salah satu buku awal yang menjelaskan mengenai ilmu bahasa adalah buku An Introduction to Linguistic Science yang ditulis oleh Bloomfield pada tahun 1914. Jurnal ilmiah internasional ilmu bahasa, yang berjudul International Journal of American Linguistics , pertama kali diterbitkan pada tahun 1917.

         Ilmu bahasa terus berkembang dan semakin memainkan peran penting dalam dunia ilmu pengetahuan. Hal ini dibuktikan dengan semakin majunya program pascasarjana bidang linguistik di berbagai universitas terkemuka (UCLA, MIT, Oxford, dll). Buku-buku karya ahli bahasa pun semakin mendapat perhatian. Salah satu buktinya adalah buku The Comprehensive Grammar of the English Langauge , yang terdiri atas 1778 halaman, yang acara peluncurannya di buka oleh Margareth Thatcher, pada tahun 1985. Respon yang luar biasa terhadap buku tersebut membuatnya dicetak sebanyak tiga kali dalam tahun yang sama. Buku tata bahasa yang terbaru, The Cambridge Grammar of the English Language , tahun 2002, yang terdiri atas 1842 halaman, ditulis oleh para ahli bahasa yang tergabung dalam tim peneliti internasional dari lima negara.

PUSTAKA ACUAN


Robins, R.H. 1990. A Short History of Linguistics . London: Longman.


Fromkin, Victoria & Robert Rodman. 1998. An Introduction to Language (6th Edition). Orlando: Harcourt Brace College Publishers.

Hornby, A.S. 1995. Oxford Advanced Learner's Dictionary (5th edition). Oxford: Oxford University Press.

Matthews, Peter. 1997. The Concise Oxford Dictionary of Linguistics . Oxford: Oxford University Press.



Sunday, November 29, 2009

Pentas Nurani, Naluri Anak Bangsa


Nama   : Lindou Putri Rahmawati
Kelas   : X.1
Tugas   : Puisi
BELANTARA CINTA SEMU

Diam-diam aku memeram senyum di sungging pagi
Mengerjapkan mata karena resah menanti kekasih
Berangan, merindui bayangan yang hadir dikecam belantara kasih sayang

Mata-mata itu mengajakku berdamai dengan kantuk
Gelisah di tengah suasana kalut gemuruh hujan
Memercikkan airnya, laksana hati yang terkoyak
Hingga memasung diriku di area yang tak bernama

Tak ada yang tahu,
Hatiku jatuh luruh bersama angin musim hujan
Melarungkan tangisan dari pagi hingga malam
Melukiskan kesedihan ayam betina tanpa jantan
Tak ada yang mengerti,
Saat ku hanya pulang pergi di waktu-waktu maya
Bersenggama dengan gelisah, menari-nari di rimba serpihan
Dan hanya ruang rindu yang tersisa

Senandung mengawali cerita tentang nama
Nama yang indah bila ku dengar
Tapi semua tiada guna
Semua membalut tubuh-tubuh luka
Likat, melekat dalam sejarah tak tercatat
Mencari awal dan akhir perjalanan tanpa kekasih

Tak ada sesiapa,
Hanya gulungan ombak menyeret sebuah harapan semu
Di belantara seorang gadis yang tak terbalas cintanya……..


Teknik Apresiasi Sastra

TEKNIK APRESIASI SASTRA
DENGAN MENANAMKAN KEGEMARAN MEMBACA SASTRA




OLEH

MARIKUN
NPM 092210117
KELAS C


PROGRAM PASCASARJANA
PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA


SEKOLAH TINGGI KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
PGRI BANDARLAMPUNG
2009


I. Pendahuluan

Kini saatnya siswa bersenang-senang. Memenuhi hari-hari kita dengan kenikmatan membaca karya sastra. Para siswa meregup kenikmatan itu, pengetahuan dan wawasan siswa diharapkan akan semakin luas. Seluas samudra. Untuk meyakinkan siswa, alangkah baiknya membaca dulu materi ini baca dulu materi ini!

II. Materi

2.1 Pengertian Apresiasi


Istilah apresiasi berasal dari bahasa Latin apresiatio yang berarti mengindahkan atau menghargai. Kata apresiato menurunkan kata appreciation (Inggris) atau appretiare (Perancis).
Istilah apresiasi menurut Gove mengandung makna:
(1). Pengenalan melalui perasaan atau kepekaan batin.
(2). Pemahaman dan pengakuan terhadap nilai-nilai keindahan yang diungkapkan pengarang.
Squire dan Taba berkesimpulan bahwa sebagai suatu proses, apresiasi melibatkan tiga unsur inti, yaitu:
(1). Aspek kognitif.
(2). Aspek emotif.
(3). Aspek evaluatif.
Akhirnya apresiasi sastra didefinisakan oleh Tengsoe Tjahjono sebagai aktivitas menggeluti sastra yang melibatkan unsur pikiran, perasaan, bahkan fisik, melalui langkah-langkah mengenali, menikmati dan memahami sehingga tumbuh penghargaan terhadap keindahan dan makna yang terkandung dalam sastra itu sendiri.


2.2 Kegiatan Apresiasi Sasra

Kegiatan apresiasi sasra dapat mengambil bentuk langsung atau tidak langsung, kegiatan dokumentatif maupun kegiatan kreatif.
1. Kegiatan langsung.
Termasuk dalam kegiatan ini antara lain dengan membaca sasra, mendengarkan sasra dibaca atau dideklamasikan baik pertunjukan life, atau melalui media elektronika.
2. Kegiatan tidak langsung.
Termasuk dalam kegiatan ini antara lain mempelajari konsep, teori, sejarah, ulasan, yang berhubungan dengan sastra, khususnya prosa.
3. Kegiatan dokumentatif.
Termasuk dalam kegiatan ini antara lain upaya mengumpulkan atau mengadakan koleksi tentang hasil-hasil karya sastrawan, mengumpulkan buku, artikel, atau pembahasan tentang sastra, khususnya prosa.
4. Kegiatan kreatif.
Termasuk dalam kegiatan ini adalah melakukan upaya penciptaan prosa itu sendiri atau menulis tentang prosa.
Menurut Tengsoe Tjahjono kegiatan apresiasi sastra meliputi:
1. Kegiatan reseptif, kegiatan penerimaan. Termasuk dalam kegiatan ini adalah kegiatan membaca, kegiatan analitik, dan kegiatan interpretatif.
2. Kegiatan produktif, kegiatan penciptaan.
3. Kegiatan performansi.
4. Kegiatan dokumentatif.
5. Kegiatan menulis dan membaca prosa

2.3 Nilai Sasta/Manfaat Sastra

Penjelasan tentang pengertian dan hakikat sastra di atas, menyatakan bahwa karya sastra merupakan suatu hasil kreativitas dengan tujuan yang sangat mulia. Suatu ciptaan yang mengandung nilai tertentu. Pernyataan yang paling awal dikemukakan tentang nilai sastra adalah formula yang dikemukakan oleh Horace, yakni dulce et utile ( bermanfaat dan menghibur). Makna yang terkandung pada kata ‘bermanfaat’ adalah bahwasannya membaca karya sastra merupakan kegiatan yang tidak membuang-buang waktu, tidak merupakan kegiatan iseng, kegiatan yang perlu mendapat perhatian khusus.Pada kata ‘menghibur’ tersirat makna bahwa menikmati sastra tidak akan menimbulkan rasa bosan, bukan kewajiban, dan memberikan kesenanagan (Wellek & Warren, 1989: 24-27)
Dalam polemik kebudayaan yang terjadi pada tahun 1930 antara Sutan Takdir Alisyahbana dengan Sanusi Pane terdapat dua pendapat. Satu pihak berpendapat ‘seni untuk seni’ dan pihak yang lain berpendirian bahwa sastra untuk memberikan pelajaran tentang kehidupan. Pihak pertama lebih menekankan unsur seni atau keindahan yang terdapat dalam karya sastra, sedang pihak kedua berpandangan bahwa suatu karya sastra haruslah mengandung pelajaran yang bermanfaat bagi pembacanya. Masing-masing pendapat tentu ada pengikutnya. Diantara kedua pendapat tersebut tentu tidak perlu dicari yang mana benar dan yang mana salah. Yang jelas dari peristiwa itu tersirat makna bahwa sastra dianggap sesuatu yang penting bagi kehidupan manusia.
Dalam bukunya Penulisan Kreatif Prof.H.Saleh mengutarakan beberapa tugas sastra, sebagai berikut:
(a) Sebagai alat penting pemikir-pemikir untuk menggerakkan pembaca kepada kenyataan dan menolongnya mengambil suatu keputusan apabila ia menhhadapi masalah;
(b) Karya sastra yang baik selalu menjadi tempat nilai-nilai kemanusiaan mendapat tempat yang sewajarnya;
(c) Karya sastra berperan sebagai alat untuk meneruskan tradisi suatu bangsa dalam arti yang positif ( dalam Semi, 1988:20-21).
Dalam suatu wawancara antara wartawan Horison dengan Mochtar Lubis terungkap bahwa “sastra berperan sebagai kritik bangsa”. Pokok-pokok pikiran yang diungkapkan Mochtar Lubis itu dapat dirinci sebagai berikut:
1) Sastra dapat mengangkat harkat manusia;
2) Sastra dapat mengembalikan kemanusiaan agar tidak terperangkap nafsu kebinatangan;
3) Sastra dapat membuat perubahan sosial (bonus sastra);
4) Sastra dapat sebagai loncatan jembatan tranformasi budaya selekas-lekasnya dengan memberikan peneladanan;
5) Walau sangat tipis hasilnya, sastra dapat berfungsi sebagai reformasi nilai aktualisasi kesadaran bangsa;
6) Sastra dapat sebagai penggugat penyelewengan hukum, social, politik, ekonomi, dan lain-lain ( 1983:77-81).
Menurut Abdul Hadi W.M. “Sastra berperan dalam pembakuan bahasa”. Beberapa pokok pikiran yang termuat dalam ungkapannya itu dapar dirinci sebagai berikut:
a) Dalam sastra kemungkinan-kemungkinan bahasa digali semaksimal mungkin dan dimanfaatkan untuk memberikan lebih banyak makna.
b) Sastra dapat menjalankan peranan sebagai pembakuan bahasa, dalam arti sebagai penstabilan alat kominikasi yang lincah.
c) Gaya bahasa seorang pengarang; cara menyusun kalimat atau membuat uraian yang tepat dan lincah, efisien, dan mempesona bisa dijadikan model pemakaian bahasa yang baik dan benar.
d) Tak jarang penyair mampu menampilkan kata-kata lama yang hampir tak terpakai dan hilang dalam pemakaian sehari-hari menjadi kata-kata baru dan segar, contohnya kata santer (1980:225-233).

2.4 Manfaat Mengapresiasi Prosa

Manfaat yang dapat diperoleh dari kegiatan apresiasi sastra pada umumnya menurut Aminuddin, (dan apresiasi prosa pada khususnya, pen) dapat dikemukakan sebagai berikut:
1. Mendapatkan hiburan.
2. Mengisi waktu luang.
3. Memberikan informasi yang berhubungan dengan pemerolehan nilai-nilai kehidupan.
4. Memperkaya pandangan atau wawasan kehidupan sebagai salah satu unsur yang berhubungan dengan pemberian arti maupun peningkatan nilai kehidupan manusia itu sendiri.
5. Pembaca dapat memperoleh dan memahami nilai-nilai budaya dari setiap jaman yang melahirkan cipta sastra itu sendiri.
6. Mengembangkan sikap kritis pembaca dalam mengamati perkembangan jamannya, sejalan dengan kedudukan sastra itu sendiri sebagai salah satu kreasi manusia yang mampu menjadi semacam peramal tentang perkembangan jaman itu sendiri di masa yang akan datang.
Senada dengan di atas Tengsoe Tjahjono mendeskripsikan manfaat mengapresiasi/membaca prosa sebagai:
1. Media hiburan, lebih-lebih hiburan rohani.
2. Memperluas dan memperkaya wawasan bahasa pembaca.
3. Media kontemplasi dan introspeksi (perenungan dan mawas diri).
4. Memperluas wawasan dan pengalaman kemanusiaan pembaca.
5. Memahami nilai-nilai kebenaran.
2.5 Strategi Memupuk Minat baca Sastra
Minat tehadap suatu objek sikap hendaknya ditumbuhkan dalam diri seseorang. Di lembaga pendidikan, usaha menumbuhkan dan memupuk minat baca ini hendaknya terintegrasi dalam pembelajaran. Agar dapat berhasil secara optimal ada beberapa strategi yang dapat digunakan. I.G. Wardani ( 1981 ) menawarkan seperangkat strategi, yaitu : 1) Pemberian contoh, 2) Saran, 3) Penguatan, dan 4) Perlengkapan. Selain itu, seorang guru pengajar sastra, Sri Kitonawangsih melakukan terobosan untuk meningkatkan minat baca sastra siswanya dengan cara: 1) Meyakinkan siswa, 2) Menceritakan, 3) Menggunakan tayangan TV sebagai bahan pembelajaran.
2.6 Membuat Kliping
Karya sastra yang dapat dinikmati tidak hanya berupa karya yang dipublikasikan dalam bentuk buku, tetapi banyak pula karya yang dipublikasikan melalui media massa, baik media massa cetak atau elektronik. Untuk karya sastra dalam bentuk buku, setelah dibaca atau dinikmati ditulis sinopsisnya atau ringkasannya, sedangkan karya yang dipublikasikan secara lepas di media massa dikliping. Maksud mengliping karya sastra di sini adalah menempel karya sastra yang telah dibaca dan melakukan analisis terhadapnya.
Kegiatan mengliping karya sastra menurut Suroto ( 1990 ) dapat mendatangkan tiga manfaat. Sebagaimana dijelaskannya, manfaat mengliping karya sastra tersebut adalah: 1) Kita dapat mengikuti karya-karya yang baru, 2) Melakukan pekerjaan mengliping dapat membina ketekunan bekerja, dan 3) Seseorang yang senantiasa melakukan kegiatan mengliping yang membaca atau menikmati karya tersebut terlebih dahulu akan terbina pada dirinya rasa cinta pada sastra.
Kliping yang dibuat sesuai dengan pengertian yang di atas, berarti kliping itu merupakan kliping bertipe kompleks. Kliping tipe ini tidak hanya sebatas menempelkan karya yang telah dibaca di sebidang kertas saja, tetapi dilengkapi dengan identitas sumber tempat kliping itu dipublikasikan dan disampaikan pula analisis atau tanggapan terhadapnya. Adapun identitas sumber dimaksud adalah: judul karya, nama pengarang, nama Koran, majalah, atau tabloid, waktu publikasi ( hari, tanggal, dan tahun ). Kedalam kliping yang bertipe kompleks ini termasuk juga pengertian bahwa kliping itu dikerjakan dengan menerapkan prinsip-prinsip penciptaan karya seni. Membuat kliping termasuk kegiatan kreatif. Oleh sebab itu, sangatlah perlu memperhatikan kerapian, penataan bidang tempel, pewarnaan, dan pemakaian besar dan bentuk huruf yang variatif.
Aspek-aspek yang perlu mendapat perhatian dalam pembuatan kliping di atas sekaligus menjadi aspek penilaian sebuah kliping. Pembobotan yang dapat dikenakan pada aspek-aspek penilaain tersebut, adalah: 1) kelengkapan bahan 30%, 2) Identitas sumber 20%, 3) intensitas tanggapan atau analisis 30%, dan 4) penataan 20%.
Adapun berkenaan dengan teknik atau prosedur pengerjaan kliping tersebut, dirasa Anda telah memahaminya, karena kegiatan ini telah Anda lakukan pada jenjang pendidikan sebelumnya.
2.7 Sinopsis dan Tanggapan
Sinopsis dan tanggapan adalah dua kegiatan yang biasa dilakukan setelah menikmati suatu karya sastra. Kegiatan ini dapat terlaksana apabila pembaca melakukan identifikasi terhadap unsur-unsur pembangun karya baik secara fisik maupun secara mental. Identifikasi ini akan lahir dalam bentuk analisis atau penguraian karya atas unsur-unsur yang membangunnya.
Pada dasarnya sinopsis adalah penyampaian kembali secara ringkas karya sastra yang telah dibaca seseorang kepada pihak lain atau orang lain. Panuti Sudjiman ( 1986:63) mengatakannya sebagai ikhtisar sebuah karya yang memberikan gambaran umum tentangnya. Hal-hal yang perlu disampaikan dalam sebuah sinopsis adalah identitas karya dan unsur-unsur intrinsik karya tersebut. Kedalam identitas karya mencakup: Judul, pengarang, tahun terbit, jumlah halaman, kota dan nama penerbit, dan identitas lain yang ada dan perlu diungkapkan. Unsur-unsur intrinsic yang dikemukakan tentu tergantung pula pada jenis karya yang disinopsis. Unsur intrinsik puisi tentu berbeda dengan unsur sinopsis novel atau naskah drama.
Tanggapan adalah sambutan pembaca atau penikmat terhadap sebuah karya sastra sesuai dengan apa yang diterimanya baik secara indrawi atau bayangan di dalam angan-angan. Tanggapan dapat disampaikan dalam bentuk kritik atau komentar ( KBBI, 2001 ). Perihal suatu kritik atau komentar ia termasuk ke dalam bentuk hasil kajian atau telaah sastra. Sebuah telaah sastra mengandung tiga aspek pokok, yaitu analisis, interpretasi, dan penilaian. Jadi, tiga hal inilah yang perlu disampaikan dalam sebuah tanggapan. Tentu penyampaiannya tidak berurutan secara kaku seperti itu, tetapi ketiganya dapat terintegrasi, disampaikan dalam urutan yang bervariasi. Adapun yang perlu ditanggapi itu tak lain dan tak bukan adalah unsur-unsur pembangun karya tersebut. Misalnya pada novel, disampaikan tanggapan terhadap tema cerita, alur cerita, penokohan atau perwatakan, pemakaian bahasa, dan sebahgainya.
2.8 Penilaian Minat Baca
Penilaian terhadap minat baca dapat dilakukan dengan beberapa cara, yaitu dengan mengadakan ujian lisan, dengan pengamatan, melalui penyelesaian suatu proyek, atau dengan self report (laporan diri sendiri), atau self evaluation (penilaian diri ).
Penilaian dengan pengamatan terhadap sikap positif pembelajar ( siswa / mahasiswa) memang sulit dilakukan. Akan tetapi, pada ivent-ivent tertentu pengamatan itu bisa dilakukan, misalnya ketika ada kegiatan lomba di sekolah atau dikampus. Pengajar dapat mengamati pembelajar yang mengikuti atau berpartisipasi dalam kegiatan tersebut.
Tiga strategi penilaian yang lainnya sangat mudah dilakukan. Dosen atau guru menyiapkan rubrik-rubrik penilaian yang dipahami dan dapat diisi dengan mudah oleh mahasiswa. Namun harus diingat, prosedur pengerjaan tugas dan kriteria penilaian yang akan diterapkan harus diinformasikan kepada pembelajar.


III. Pendekatan dalam Berapresiasi Sastra

3.1. Pendekatan Analitis

Pendekatan analitis dalam mengapresiasi puisi adalah pendekatan yang secara sistematis obyektif berusaha memahami unsur-unsur intrinsik dalam puisi, mengidentifikasi peranan setiap unsur intrinsik dalam puisi serta berusaha memahami bagaimana hubungan antara unsur yang satu dengan lainnya.

3.2. Pendekatan Sosiopsikologis

Pendekatan sosiopsikologis dalam mengapresiasi puisi adalah:
1. Pendekatan yang berusaha memahami latar belakang kehidupan sosial masyarakat, baik secara individual maupun kelompok yang mempengaruhi terwujudnya suatu gagasan dalam puisi.
2. Pendekatan yang berusaha memahami terwujudnya gagasan tentang kehidupan sosial masyarakat baik secara individual, maupun kelompok salam suatu puisi.
Pendekatan yang berusaha memahami sikap penyair terhadap kehidupan sosial masyarakat yang dipaparkannya.

3.3. Pendekatan Historis


Pendekatan historis (kesejarahan) dalam mengapresiasi puisi adalah:
1. Berusaha memahami biografi pengarang.
2. Berusaha memahami peristiwa sejarah yang melatarbelakangi terwujudnya puisi.
3. Berusaha memahami perkembangan puisi pada suatu jaman.
Selanjutnya kita gunakan pendekatan historis dalam mengapresiasi puisi di bawah ini dengan langkah-langkah sebagai berikut:
1. Memahami tanggal, bulan, dan tahun puisi itu diciptakan.
2. Memahami peristiwa sejarah yang terjadi pada masa itu.
3. Mamahi peranan penyairnya.
4. Membaca puisi secara keseluruhan.
Menghubungkan peristiwa kesejarahan yang melatarbelakangi lahirnya puisi itu dengan gagasan yang terdapat di dalamnya.

IV. Petunjuk Pembelajaran


4.1. Setiap siswa membaca materi dengan judul gemar membaca sastra di atas dengan seksama.
4.2. Setiap siswa menandai pokok-pokok pikiran, rinciannya, dan konsep-konsep atau istilah yang ada pada uraian di atas kemudian pahamilah maksudnya!
4.3. Setiap siswa membuat ringkasan materi di atas dalam bentuk peta konsep.

V. Tugas dan Penilaian

Setiap minggu siswa dibiasakan untuk menikmati karya sastra. Jangan dilewatkan satu minggu pun. Rekaman kegiatan membaca karya sastra itu dibuat dalam catatan berbentuk catatan harian yang lengkap. Untuk kepentingan penilaian aktivitas belajar ini akan dinilai pada minggu ke-14. Jadi, penilaian dilakukan terhadap aktivitas membaca karya sastra yang dilakukan siswa selama sepuluh minggu. Adapun aspek aktivitas membaca karya sastra ini terbagi ke dalam empat bagian, yaitu : 1) aktivitas menikmati karya sastra selama sepuluh minggu. Penghitungan dimulai dari minggu ketiga Oktober sampai minggu terakhir Desember 2007. 2) Menulis sinopsis karya sastra yang telah dibaca, yakni berupa satu novel, satu buku naskah drama, satu buku kumpulan puisi, dan satu novelet. 3) Mempersiapakan diri mempresentasikan salah satu sinopsis yang telah ditulis yang paling Anda kuasai di depan teman-teman Anda, dan 4) Membuat kliping karya sastra yang telah Anda nikmati. Adapun penjelasan lebih lanjut, tertera pada rubrik tugas dalam naskah Kontrak Pembelajaran.

Friday, November 13, 2009

Kajian Karya Sastra


Unsur-unsur dalam Karya Sastra


Ada dua unsur utama dalam karya sastra, yaitu unsur intrinsik dan ekstrinsik. Unsur ekstrinsik berupa segala sesuatu yang menginspirasi penulisan karya sastra dan mempengaruhi karya sastra secara keseluruhan. Unsur ekstrinsik ini meliputi: latar belakang kehidupan penulis, keyakinan dan pandangan hidup penulis, adat istiadat yang berlaku pada saat itu, situasi politik (persoalan sejarah), ekonomi, dsb. Sementara unsur intrinsik terdiri atas:

Tema
Pokok persoalan dalam cerita.

Karakter
Tokoh dalam cerita. Karakter dapat berupa manusia, tumbuhan maupun benda
Karekter dapat dibagi menjadi:

• Karakter utama: tokoh yang membawakan tema dan memegang banyak peranan dalam cerita
• Karakter pembantu: tokoh yang mendampingi karakter utama

• Protagonis : karakter/tokoh yang mengangkat tema
• Antagonis : karakter/tokoh yang memberi konflik pada tema dan biasanya berlawanan dengan karakter protagonis. (Ingat, tokoh antagonis belum tentu jahat)

• Karakter statis (Flat/static character) : karakter yang tidak mengalami perubahan kepribadian atau cara pandang dari awal sampai akhir cerita.
• Karakter dinamis (Round/ dynamic character): karakter yang mengalami perubahan kepribadian dan cara pandang. Karakter ini biasanya dibuat semirip mungkin dengan manusia sesungguhnya, terdiri atas sifat dan kepribadian yang kompleks.

Catatan: karakter pembantu biasanya adalah karakter statis karena tidak digambarkan secara detail oleh penulis sehingga perubahan kepribadian dan cara pandangnya tidak pernah terlihat secara jelas.

Karakterisasi
Cara penulis menggambarkan karakter. Ada banyak cara untuk menggali penggambaran karakter, secara garis besar karakterisasi ditinjau melalui dua cara yaitu secara naratif dan dramatik. Teknik naratif berarti karakterisasi dari tokoh dituliskan langsung oleh penulis atau narator. Teknik dramatik dipakai ketika karakterisasi tokoh terlihat dari antara lain: penampilan fisik karakter, cara berpakaian, kata-kata yang diucapkannya, dialognya dengan karakter lain, pendapat karakter lain, dsb.

Konflik
Konflik adalah pergumulan yang dialami oleh karakter dalam cerita dan . Konflik ini merupakan inti dari sebuah karya sastra yang pada akhirnya membentuk plot. Ada empat macam konflik, yang dibagi dalam dua garis besar:

Konflik internal
Individu-diri sendiri: Konflik ini tidak melibatkan orang lain, konflik ini ditandai dengan gejolak yang timbul dalam diri sendiri mengenai beberapa hal seperti nilai-nilai. Kekuatan karakter akan terlihat dalam usahanya menghadapi gejolak tersebut
Konflik eksternal Individu – Individu: konflik yang dialami seseorang dengan orang lain
Individu – alam: Konflik yang dialami individu dengan alam. Konflik ini menggambarkan perjuangan individu dalam usahanya untuk mempertahankan diri dalam kebesaran alam. Individu- Lingkungan/ masyarakat : Konflik yang dialami individu dengan masyarakat atau lingkungan hidupnya.
Seting
Keterangan tempat, waktu dan suasana cerita

Plot
Jalan cerita dari awal sampai selesai
• Eksposisi : penjelasan awal mengenai karakter dan latar( bagian cerita yang mulai memunculkan konflik/ permasalahan)
• Klimaks : puncak konflik/ ketegangan
• Falling action: penyelesaian

Simbol
Simbol digunakan untuk mewakili sesuatu yang abstrak. Contoh: burung gagak (kematian)

Sudut pandang
Sudut pandang yang dipilih penulis untuk menyampaikan ceritanya.
• Orang pertama: penulis berlaku sebagai karakter utama cerita, ini ditandai dengan penggunaan kata “aku”. Penggunaan teknik ini menyebabkan pembaca tidak mengetahui segala hal yang tidak diungkapkan oleh sang narator. Keuntungan dari teknik ini adalah pembaca merasa menjadi bagian dari cerita.
• Orang kedua: teknik yang banyak menggunakan kata ‘kamu’ atau ‘Anda.’ Teknik ini jarang dipakai karena memaksa pembaca untuk mampu berperan serta dalam cerita.
• Orang ketiga: cerita dikisahkan menggunakan kata ganti orang ketiga, seperti: mereka dan dia.

Teknik penggunaan bahasa
Dalam menuangkan idenya, penulis biasa memilih kata-kata yang dipakainya sedemikian rupa sehingga segala pesannya sampai kepada pembaca. Selain itu, teknik penggunaan bahasa yang baik juga membuat tulisan menjadi indah dan mudah dikenang. Teknik berbahasa ini misalnya penggunaan majas, idiom dan peribahasa.

Wednesday, June 24, 2009

Filsafat

Peranan Filsafat Pendidikan dalam Pengembangan Ilmu Pendidikan
http://massofa.wordpress.com/2008/01/15/peranan-filsafat-pendidikan-dalam-pengembangan-ilmu-pendidikan/
Posted on Januari 15, 2008 by Pakde sofa

Peranan Filsafat Pendidikan dalam Pengembangan Ilmu Pendidikan

Tujuan filsafat pendidikan memberikan inspirasi bagaimana mengorganisasikan proses pembelajaran yang ideal. Teori pendidikan bertujuan menghasilkan pemikiran tentang kebijakan dan prinsip-rinsip pendidikan yang didasari oleh filsafat pendidikan. Praktik pendidikan atau proses pendidikan menerapkan serangkaian kegiatan berupa implementasi kurikulum dan interaksi antara guru dengan peserta didik guna mencapai tujuan pendidikan dengan menggunakan rambu-rambu dari teori-teori pendidikan. Peranan filsafat pendidikan memberikan inspirasi, yakni menyatakan tujuan pendidikan negara bagi masyarakat, memberikan arah yang jelas dan tepat dengan mengajukan pertanyaan tentang kebijakan pendidikan dan praktik di lapangan dengan menggunakan rambu-rambu dari teori pendidik. Seorang guru perlu menguasai konsep-konsep yang akan dikaji serta pedagogi atau ilmu dan seni mengajar materi subyek terkait, agar tidak terjadi salah konsep atau miskonsepsi pada diri peserta didik.


Beberapa Aliran Filsafat dalam Pendidikan

Beberapa aliran filsafat pendidikan yang berpengaruh dalam pengembangan pendidikan, misalnya, idealisme, realisme, pragmatisme, humanisme, behaviorisme, dan konstruktivisme. Idealisme berpandangan bahwa pengetahuan itu sudah ada dalam jiwa kita. Untuk membawanya pada tingkat kesadaran perlu adanya proses introspeksi. Tujuan pendidikan aliran ini membentuk karakter manusia. Aliran realisme berpandangan bahwa hakikat realitas adalah fisik dan ruh, bersifat dualistis. Tujuan pendidikannya membentuk individu yang mampu menyesuaikan diri dalam masyarakat dan memiliki rasa tanggung jawab kepada masyarakat. Pragmatisme merupakan kreasi filsafat dari Amerika, dipengaruhi oleh empirisme, utilitarianisme, dan positivisme. Esensi ajarannya, hidup bukan untuk mencari kebenaran melainkan untuk menemukan arti atau kegunaan. Tujuan pendidikannya menggunakan pengalaman sebagai alat untuk menyelesaikan hal-hal baru dalam kehidupan priabdi dan masyarakat. Humanisme berpandangan bahwa pendidikan harus ditekankan pada kebutuhan anak (child centered). Tujuannya untuk aktualisasi diri, perkembangan efektif, dan pembentukan moral. Paham behaviorisme memandang perubahan perilaku setelah seseorang memperoleh stimulus dari luar merupakan hal yang sangat penting. Oleh sebab itu, pendidikan behaviorisme menekankan pada proses mengubah atau memodifikasi perilaku. Tujuannya untuk menyiapkan pribadi-pribadi yang sesuai dengan kemampuannya, mempunyai rasa tanggung jawab dalam kehidupan pribadi dan masyarakat. Menurut paham konstruktivisme, pengetahuan diperoleh melalui proses aktif individu mengkonstruksi arti dari suatu teks, pengalaman fisik, dialog, dan lain-lain melalui asimilasi pengalaman baru dengan pengertian yang telah dimiliki seseorang. Tujuan pendidikannya menghasilkan individu yang memiliki kemampuan berpikir untuk menyelesaikan persoalan hidupnya.

Sumber Buku Filsafat Ilmu oleh Anna Poedjiadi


DIarsipkan di bawah: MKDU

Sunday, January 11, 2009

Theater SMAN 1 Gadingrejo